Ajplh.com,Pesisir Selatan – Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan Hidup (AJPLH) menyebut bencana banjir yang terjadi di Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan dan Kecamatan Ranah Ampek Hulu Tapan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, akibat oknum atau pihak yang mengabaikan lingkungan.
“Kami memandang peristiwa bencana banjir, yang terjadi di Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan dan Kecamatan Ranah Ampek Hulu Tapan, Kabupaten Pesisir Selatan bukan peristiwa alam biasa. Melainkan dan diduga adanya para pihak yang tanpa sadar bahkan sengaja mengabaikan lingkungan dengan alih fungsi lahan dan pembalakan untuk berbagai kepentingan,” Sebut Ketua Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan Hidup (AJPLH), Soni, SH Senin (29/3).
Banjir yang terjadi saat ini adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari karena dugaan ulah manusia dan kebijakan negara. Ia menambahkan, hilangnya tutupan pohon memiliki hubungan dengan kurangnya perhatian para pihak terhadap lingkungan hidup.
Karena itu, AJPLH meminta pemerintah dan berbagai pihak seharusnya mengutamakan isu lingkungan hidup dalam berbagai perencanaan pembangunan, mengembangkan kebijakan dan praktik pemanfaatan dan penggunaan lahan untuk pemukiman, perkebunan, pembalakan kayu dan usaha ekonomi masyarakat, secara lestari, dan berkeadilan.
“Pemerintah Daerah Kabupaten Pesisir Selatan (diharapkan) segera meninjau dan mengkaji perencanaan pembangunan dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Kabupaten Pesisir Selatan, dengan melibatkan seluas-luasnya masyarakat yang potensial terkena dampak langsung,” ujarnya.
Selain itu, AJPLH mengingatkan dan mendesak pemerintah pusat maupun daerah ini agar segera mengambil langkah mitigasi dan adaptasi untuk mengantisipasi bencana susulan atau yang bakal terjadi dikemudian hari. Sebab, ia menyebut bencana seperti ini sudah pernah terjadi.
Terulangnya peristiwa ini memperlihatkan para pihak tidak sangat peduli menjaga dan memelihara lingkungan bahkan sebaliknya telah mengubah fungsi pokok lingkungan/tutupan pohon pada lokasi tertentu di seputar kecamatan Basa Ampek Balai Tapan dan Kecamatan Ranah Ampek Hulu Tapan. Serta kurang tegasnya atau oleh pemerintah adanya pembiaran terhadap para pihak yang dengan sengaja melakukan perubahan fungsi hutan.
Selain itu, ia meminta bencana banjir ini menjadi pembelajaran penting untuk semua instansi pemerintah di sumatera barat maupun pemerintah pusat agar tidak mengeluarkan izin-izin konsesi kepada korporasi atas nama negara. Sebab pembangunan dan kesejahteraan yang menyebabkan meningkatnya perubahan iklim, yang pada gilirannya merugikan masyarakat dengan berbagai persolan kemanusian yang dinamis tanpa pernah diselesaikan secara bijaksana.
“AJPLH juga mengimbau kepada seluruh lapisan masyarakat agar ikut melestarikan dan melindungi lingkungan sehingga dapat terhindar dari ancaman perubahan iklim global – pemanasan global dan bencana (banjir bandang) yang meningkatkan kerugian yang sulit dipertanggungjawabkan oleh setiap kita,” ujarnya.
Dari data dihimpun Infobanua.co.id yang terdampak korban banjir di Kantor Camat Rahul, jumlah rumah terendam di kecamatannya 901 rumah dan 3.807 jiwa dengan rincian sebagai berikut; Kampung Tengah Tapan sebanyak, 612 rumah (2518 jiwa), Binjai Tapan, 183 rumah (735 jiwa), Talang Balarik Tapan 63 rumah (350 jiwa) serta Limau Purut Tapan sebanyak 43 rumah (186 jiwa)
Sementara di Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan, terdapat enam nagari yang terdampak banjir, antara lain Nagari Tapan sebanyak 82 KK, Koto Anau Tapan 37 KK, Batang Arah Tapan 28 KK, Tanjung Pondok Tapan 20 KK, Dusun Baru Tapan 40 KK, Batang Betung Tapan 23 KK.
Di kedua kecamatan, banjir juga merusak lahan Pertanian, Perkebunan, Sarana dan Prasarana umum serta infrastruktur dan fasilitas umum lainnya. Berdasarkan data yang ditembuskan oleh Pemerintah Kecamatan kepada Pemerintah daerah setempat, areal perkebunan dan pertanian warga yang berisi tanaman Padi dan Jagung juga ikut terendam.
Untuk areal pertanian, sekitar 60 hektare terdampak banjir, sementara untuk areal perkebunan kurang lebih 44 hektare. (Team)