Pekanbaru :
LSM Lingkungan Hidup AJPLH (Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan Hidup) dan LPLHI (Lembaga Peduli Lingkungan Hidup Indonesia) bersama AJAR (Aliansi Jurnalis Anti Rasuah) dan LIDIKKASUS (Lembaga Investigasi Data Indikasi Korupsi) resmi akan melaporkan mentan bupati pelalawan beserta anaknya ke kejaksaan agung di jakarta.
Sebelumnya anak mantan bupati pelalawan Tengku Vera digugat secara perdata oleh LSM Lingkungan Hidup terkait penguasaan kawasan hutan yang dialihkan menjadi perkebunan kelapa sawit dengan Nomor Perkara :08/Pdt.G/LH/2024/PN.Plw.
Bambang Indaryanto Ketua Umum LSM Lingkungan Hidup dan LSM Anti Korupsi Sabtu,06/04/2024 mengungkapkan kepada awak media telah menyiapkan laporan pengaduan ke kejaksaan agung di jakarta.
“Benar kami dari LSM Lingkungan Hidup dan LSM Anti Korupsi telah menyiapkan laporan pengaduan ke kejaksaan agung di jakarta terkait penguasaan dan alih fungsi kawasan hutan negara menjadi perkebunan kelapa sawit oleh mantan bupati pelalawan bersama anaknya,”ungkap bambang.
Namun karena terbentur libur lebaran hari raya idul fitri kami dari LSM Lingkungan Hidup dan LSM Anti Korupsi masih menunda dan setelah lebaran ini kami akan terbang langsung ke jakarta untuk antarkan pengaduan kami ke kejaksaan agung .
Dalam pengaduan tersebut kita meminta kepada kejaksaan agung untuk memangil mantan bupati pelalawan dan anaknya terkait kasus dugaan mafia tanah dan alih fungsi kawasan hutan negara menjadi perkebunan kelapa sawit sesuai dengan aturan dan undang-undang yang berlaku,”tegas bambang
Bukan itu saja kita juga meminta kepada kejaksaan agung untuk memeriksa ATR/BPN Kabupaten Pelalawan terkait terbitnya sertifikat BPN dalam kawasan hutan negara di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau dan beberapa bukti sudah kami miliki saat ini.
Tepisah Soni,S.H.,M.H Aktivis Lingkungan Hidup dan Anti Korupsi menambahkan bahwa dengan terbitnya UUCK terkait keterlanjuran dalam kawasan hutan pelaku usaha yang kebunnya berada di kawasan hutan sebelum UUCK terbit dan memiliki izin seperti Izin Lokasi, IUP, dan STD-B, maka sesuai ketentuan Pasal 110A kepada Pengusaha tersebut akan diberikan kesempatan selama 3 (tiga) tahun sejak UUCK terbit untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan. Kemudian apabila persyaratan telah terpenuhi dan lolos verifikasi, maka terhadap kebun yang ada di Kawasan hutan produksi akan diterbitkan Persetujuan Pelepasan Kawasan hutan, sedangkan terhadap kebun yang ada di Kawasan Hutan Lindung dan Hutan Konservasi akan diberikan kesempatan melanjutkan usaha selama 15 (lima belas) tahun sejak masa tanam .
“Dan hanya satu daur saja setelah itu lahan sawit yang berada dalam kawasn hutan dikembalikan ke fungsi asalnya, karena tidak ada pembangunan berkelanjutan dalam kawasn hutan tanpa izin pelepasan kawasan hutan dari kementerian kehutanan di jakarta.
Sementara untuk jangka waktu hutan lindung/hutan taman nasional/konsevasi hanya 15 tahun/daur dan hutan produksi 25 tahun/daur dan kemudian harus kembali dipulihkan sesuai dengan fungsi awalnya,”terang soni.
“Dan jika aturan ini tidak diberlakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kami dari LSM Lingkungan Hidup dapat melakukan gugatan PTUN terhadap SK Subjek Hukum yang telah diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena SK ini keputusan Pejabat Pemerintahan di kementerian dan dapat di PTUN jika dalam pelaksanaanya tidak benar dan salah.
Jangan sampai pihak dari kementerian Kehutanan memberikan izin Pembangunan Yang Berkelanjutan Dalam Kawasan Hutan tanpa memperhatikan aspek-aspek lingkungan yang ada karena ini tidak sesuai dengan amanat UU No.32 Tahun 2009 dan UU No 41 Tahun 1999 tentang kehutanan serta Undang-undang No.18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Perusakan Hutan.
“Dan ini sesuai dengan UUPPLH Pasal 65 menyebutkan,setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia . Pasal 66 menyebutkan, setiap orang yang memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak bisa dituntut secara pidana ataupun digugat secara perdata.”tutup soni….Bersambung.(Team Redaksi)