Pelalawan – Pengadilan Negeri Pelalawan menggelar pemeriksaan Setempat (PS) dilahan Tengku Fera yang merupakan anak mantan Bupati Pelalawan di Desa Air Hitam, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Riau,Rabu 22/05/2024.
Hal ini sesuai dengan gugatan dengan No Perkara 8/Pdt.G/LH/2024/PN .Plw. PS itu dilakukan atas gugatan Legal Standing LSM Lingkungan Hidup terkait lahan sawit dalam kawasan hutan milik Tengku Fera.
Dalam pemeriksaan setempat dihadiri Ketua PN Pelalawan Benny Arisandy SH, MH yang merupakan hakim Ketua, didamping Alvin Ramadhan Nur Luis SH, MH dan Muhammad Ilham Mirza SH, MH dan Panitera.
Dalam konfrensi pers pada Pemeriksaan Setempat, Ketua Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan, Benny Arisandy SH, MH mengatakan, bahwa hari ini pihaknya melakukan sidang pemeriksaan setempat sebagaimana hukum acara perdata yang telah diatur RBg. Dalam kasus gugatan lingkungan oleh organisasi lingkungan melawan tergugat adalah Tengku Fera nomar 8 tahun 2024.
Lanjut Ketua PN menjelaskan, pada saat dilapangan tadi pihaknya melakuan secara konvensional dan IT. Untuk secara konvensional melihat titik-titiknya, batas-batas yang dikemukakan oleh pihak penggugat.
Sedangkan secara IT sudah diambil dengan menggunakan drone melalui udara dan diambil ditiga titik GPS, sekaligus dengan batas-batasnya yang telah diterangkan oleh pihak penggugat dengan batasan beberapa kanal. Dan hal itu sudah dikonfirmasi dan dijawab oleh pihak tergugat bahwa jawaban mereka tidak mengakui bahwa titik- titik tersebut adalah lahan milik tergugat.
Ditambahkan, Ketua PN Pelalawan bahwa selanjutnya akan dilakukan sidang saksi oleh pihak penggugat pada tanggal 27 Mei 2024 hari Senin.
Statmen Penggugat AJPLH,
“Setelah kita melihat bukti Surat SHM atas nama Tengku Ferra Wahyuni, Terbitnya Surat sertifikat Tanah di Kawasan Hutan Negara perlu juga dipertanyakan ke pihak terkait yaitu Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pelalawan ini menjadi PR bagi kita kedepannya,” kata Mahyudi, SH yang merupakan tim Kuasa Hukum LSM AJPLH, Kamis (16/5/2024).
Lanjut Yudi Lawyer AJPLH, pihaknya menggugat T. Ferra Wahyuni yang merupakan anak dari mantan Bupati Pelalawan T. Azmun Jaafar yang diduga telah menguasai lahan perkebunan kelapa sawit yang berada dalam kawasan hutan negara yang belum memiliki izin pelepasan kawasan hutan dari menteri lingkungan hidup dan kehutanan di Jakarta.
“Dan ini hasil investigasi kita bersama Tim LSM Lingkungan Hidup saat survei beberapa titik kordinat ke lokasi perkebunan kelapa sawit milik anak mantan Bupati Pelalawan tersebut dan ternyata benar lahan milik T. Ferra berada dalam kawasan hutan negara,” terang Yudi.
“Setelah kita telusuri dari titik kordinatnya lahan seluas +285 hektar tersebut memang benar berada dalam kawasan hutan HPT (Hutan Produksi Terbatas) dan Kawasan Hutan Produksi Tetap telah menghasilkan buah sawit yang dijual kepada salah satu PKS di daerah Pelalawan,” lanjut Yudi.
Sambung Yudi, dalam gugatan Legal Standing pihaknya memohon kepada majelis hakim yang memeriksa perkara ini untuk memutus perkara dengan amar putusan sebagai berikut ; Mengabulkan gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya; Menyatakan bahwa perbuatan TERGUGAT adalah merupakan Perbuatan Melawan Hukum (onrechmatige daad); Menyatakan bahwa status OBJEK SENGKETA seluas + 285 (dua ratus delapan puluh lima ) hektar adalah merupakan kawasan hutan;
“Menghukum TERGUGAT supaya memulihkan kembali keadaan OBJEK SENGKETA menjadi kawasan hutan kembali, dengan cara menebang seluruh tanaman kelapa sawit yang ada di atas OBJEK SENGKETA seluas + 285 ( dua ratus delapan puluh lima ) hektar dan kemudian setelah itu melakukan penanaman kembali (reboisasi) dengan menanam tanaman Kehutanan, seperti Kayu Meranti, Kempas, Durian burung, Gerunggang, Kedondong Hutan, Sesendok, Tembesu, Rengas, Mempisang, Mahang, Ketapang dan Kayu Bayur dan kemudian setelah itu menyerahkan OBJEK SENGKETA kepada Negara Republik Indonesia (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia),” harapannya.
Selain itu, menghukum TERGUGAT untuk menyetorkan dana Jaminan Pemulihan OBJEK SENGKETA kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia sebesar Rp. 30.000.000.000,- (tiga puluh milyar rupiah); Menghukum TERGUGAT untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) setiap harinya, apabila TERGUGAT lalai melaksanakan putusan ini; Menghukum TURUT TERGUGAT untuk tunduk dan patuh pada putusan ini; Menghukum TERGUGAT untuk membayar biaya perkara.
SUBSIDAIR
Apabila Majelis Hakim yang memeriksa Perkara aquo berpendapat lain, Mohon putusan seadil- adilnya (ex aequo et bono).***