Pekanbaru :
Gugatan Legal Standing LSM Lingkungan Hidup AJPLH (Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan Hidup) terhadap beberapa perusahaan dan pengusaha baik di Sumatera Barat dan Riau yang melakukan usahanya di dalam kawasan hutan negara tanpa izin mendapatkan perlawanan dengan dalih adanya UUCK yang mengatur tentang keterlanjuran dalam kawasan hutan oleh kementerian lingkungan hidup dan kehutanan.
Padahal sebelumnya pada september 2022 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan bahwa tidak ada pemutihan ataupun pengampunan bagi kepemilikan sawit dalam kawasan hutan.
Hal ini ditegaskan Sekjen KLHK, Bambang Hendroyono, dalam sosialisasi implementasi UU Cipta Kerja nomor 11 tahun 2020 dan PP 24 tahun 2021 di Polda Riau. Hadir dalam kegiatan ini Kapolda Riau, seluruh Polres, swasta, anggota DPD RI Instiawati Ayus dan para pihak terkait lainnya.
”Dalam UUCK tidak ada pemutihan dan pengampunan, kita sepakat menyelesaikan terbangunnya usaha atau kegiatan sebelum UUCK di dalam kawasan hutan yang ditandai selesainya proses hukum administrasi. Seperti dalam pasal 110 A dan 110 B UUCK, kawasan yang kita selesaikan tetap akan berstatus kawasan hutan,” jelas Bambang.
Soni,S.H.,M.H.,C.Md Ketua Umum LSM Lingkungan Hidup www.ajplh.com (Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan Hidup) dan Pendiri Lembaga Peduli Lingkungan Hidup Indonesia www.lplh-indonesia.com mengatakan bahwa bagi pelaku usaha yang kebunnya berada di kawasan hutan sebelum UUCK terbit dan memiliki izin seperti Izin Lokasi, IUP, dan STD-B, maka sesuai ketentuan Pasal 110A kepada Pengusaha tersebut akan diberikan kesempatan selama 3 (tiga) tahun sejak UUCK terbit untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan. Kemudian apabila persyaratan telah terpenuhi dan lolos verifikasi, maka terhadap kebun yang ada di Kawasan hutan produksi akan diterbitkan Persetujuan Pelepasan Kawasan hutan, sedangkan terhadap kebun yang ada di Kawasan Hutan Lindung dan Hutan Konservasi akan diberikan kesempatan melanjutkan usaha selama 15 (lima belas) tahun sejak masa tanam dan hanya satu daur.
Sementara untuk jangka waktu hutan lindung/hutan taman nasional/konsevasi hanya 15 tahun/daur dan hutan produksi 25 tahun/daur dan kemudian harus kembali dipulihkan sesuai dengan fungsi awalnya,”terang soni.
“Dan jika aturan ini tidak diberlakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kami dari Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan Hidup dapat melakukan gugatan PTUN terhadap SK Subjek Hukum yang telah diterbitkan karena SK ini keputusan Pejabat Pemerintahan di kementerian dan dapat di PTUN jika dalam pelaksanaanya tidak benar dan salah.
Jangan sampai pihak dari kementerian Kehutanan memberikan izin Pembangunan Yang Berkelanjutan Dalam Kawasan Hutan tanpa memperhatikan aspek-aspek lingkungan yang ada karena ini tidak sesuai dengan amanat UU No.32 Tahun 2009 dan UU No 41 Tahun 1999 tentang kehutanan serta Undang-undang No.18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Perusakan Hutan,”tutup soni….(Team Redaksi)